Di tengah bayang-bayang krisis lingkungan yang melanda dunia, masyarakat adat Suku Dayak Desa di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat menghadirkan harapan baru merawat alam dan melestarikan budaya lewat ekowisata berkelanjutan. Sintang menunjukan bahwa pembangunan yang berpihak pada lingkungan dan budaya bukanlah utopia, melainkan masa depan yang pelan-pelan bisa diwujudkan melalui pendekatan ekonomi restoratif.
Data dari ASEAN pada 2022 mengungkap bahwa kawasan Asia Tenggara telah kehilangan sekitar 30% dari total lahannya akibat konversi menjadi lahan pertanian, mencakup 1,3 juta km² dari total 4,3 juta km². Hal ini pun juga berdampak pada 5.678 spesies di kawasan ini terancam punah, dengan 25 spesies sudah punah dan 1.156 spesies dalam kondisi kritis.
Perubahan ini berdampak langsung pada kehidupan masyarakat adat setempat dalam menjaga alam. Mereka yang sebelumnya mengelola hutan dengan kearifan lokal kini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan tradisi mereka. Tanaman yang dulu digunakan sebagai sumber pangan dan obat-obatan semakin sulit ditemukan. Hal tersebut memaksa masyarakat untuk beradaptasi dengan pola konsumsi yang lebih modern dan instan.
Oleh karena itu, isu terhadap pemulihan lingkungan menjadi kunci utama yang sangat mendesak untuk menjaga identitas budaya masyarakat adat. Kesadaran akan bahaya degradasi alam perlu ditingkatkan, agar ekosistem alami tidak menghilangkan jati diri budaya yang telah diwariskan turun-temurun.

Menyelami Makna Tradisi Adat Dayak Desa Melalui Wisata Alam dan Budaya
Melihat semakin mendesaknya tantangan lingkungan, peningkatan kesadaran masyarakat dan peran orang muda menjadi krusial dalam upaya ini. Menyadari hal tersebut, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) bersama dua sentra orang muda di Sintang dan Sanggau, Kalimantan Barat meluncurkan program ExploNation sebagai bagian dari rangkaian menuju Festival Lestari 2026. Program tersebut mengajak para konten kreator untuk menjelajahi lebih dalam kekayaan alam dan budaya serta menyoroti hubungan antara budaya lokal dan upaya pelestarian alam. Pada seri pertama program ExploNation menggandeng tiga konten kreator dan komunitas orang muda di Sanggau dan Sintang untuk melihat lebih dekat praktik restorasi yang dilakukan oleh masyarakat adat di Sintang, Kalimantan Barat.
Dua dari tiga konten kreator Indonesia yang terlibat dalam program Explonation di Sintang yakni Febrian (@_febrian) travel blogger yang dikenal kerap mendokumentasikan keindahan tradisi dan budaya Indonesia lewat foto serta video otentik, dan Abex (@anak_bebek), storyteller yang berbagi pengalaman unik dari ekspedisinya menjelajahi kekayaan alam dan komunitas di Indonesia. Dalam perjalanan ini, keduanya diajak menjelajahi keindahan ekowisata yang tidak terpisahkan dengan kekayaan budaya Sintang dan memahami pola hidup yang erat dengan alam, termasuk dalam tradisi dan ritual adat mereka. Selama tiga hari penjelajahan di Sintang, mereka ditemani oleh 14 orang muda dari Kabupaten Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu.
“Budaya Suku Dayak Desa sangat melekat dengan alam. Tercermin dari kehidupan mereka yang kami temui di Sintang. Mulai dari tari temoi sebagai penyambutan yang mengandung filosofi penghormatan kepada alam, arsitektur Rumah Betang seperti tange dan ruai yang berbasis bahan alami, hingga motif tenun pewarna alam yang terinspirasi dari daun sirih atau pucuk pakis di hutan mereka,” kata Abex.
Saat mengunjungi Desa Ensaid Panjang, Abex dan Febrian berkesempatan menjelajahi area Rimba Gupung–yang merupakan area berhutan yang dikelola masyarakat adat sebagai cadangan pangan, obat-obatan, sumber air, serta bahan pewarna alami tenun. Rimba Gupung ini dilindungi oleh pemerintah daerah melalui Peraturan Bupati Sintang No. 122 Tahun 2021 dan menjadi salah satu sumber penghasilan bagi masyarakat adat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sekaligus simbol keberlanjutan ekosistem.
Febrian menjelaskan, “Eksplorasi Rimba Gupung memberikan wawasan tentang bagaimana masyarakat mengelola hutan secara komunal. Mereka tidak hanya mengambil bahan pewarna tenun, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem agar tetap produktif. Pendekatan ini menjadi salah satu cara menaikkan taraf hidup masyarakat, terutama ibu-ibu sekitar, sebagai fondasi kesejahteraan masyarakat adat Suku Dayak Desa.”
Di Desa Ensaid Panjang, mereka bermalam di rumah betang–rumah khas masyarakat Dayak dengan bangunan memanjang dan didalamnya terdapat bilik-bilik untuk tiap kepala keluarga. Tradisi sastra lisan bernama Tutur Bedudu masih ‘hidup’ di rumah betang tersebut. Tutur Bedudu ini berisi alunan syair-syair tematik dan memiliki fungsi kontekstual tertentu berdasarkan refleksi kehidupan sehari-hari. Malam itu, para peserta Explonation menikmati seni Tutur Bedudu oleh dua penutur yang menyampaikan lirik-lirik tentang bagaimana alam dihormati sebagai “ibu” yang menaungi kehidupan masyarakat dan menekankan pentingnya menjaga kelestarian alam demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup antar generasi.
Kain tenun ikat Sintang mencuri perhatian karena motifnya yang detail dan ditambah menggunakan proses pewarna alami. Saat berkunjung ke Rumah Belajar Kain Pantang, kedua konten kreator dan peserta orang muda melihat langsung para ibu-ibu penenun dengan cermat memilih dan mengolah berbagai jenis daun, akar, dan kulit kayu untuk menghasilkan palet warna alami yang kaya. Pengetahuan turun-temurun mulai dari cara mengidentifikasi tanaman yang tepat hingga teknik ekstraksi warna, merupakan pengetahuan lokal yang otentik dan berkelanjutan, sekaligus jadi sumber ekonomi masyarakat di Sintang.


Memupuk Harapan, Merawat Budaya Untuk Masa Depan Berkelanjutan
Selain kegiatan eksplorasi, diskusi dengan pemangku kepentingan sekitar juga menjadi sorotan penting kegiatan untuk menekankan pentingnya menjaga alam agar pergeseran budaya dan sosial tidak semakin dalam menjadi fokus utama perjalanan ExploNation. Program ini juga melibatkan diskusi dengan Canopy Foundation melalui pemutaran film Bekana: Penutur Terakhir yang menyampaikan pesan-pesan penting terhadap pelestarian alam dan budaya Dayak Desa sebelum semuanya terlambat.
Menyadari pentingnya hal ini, para konten kreator mengampu workshop bagi 14 peserta orang muda, dengan tujuan untuk mengasah keterampilan dalam mendokumentasikan dan menceritakan tradisi dan budaya Kalimantan Barat melalui konten menarik di sosial media. Inisiatif ini diharapkan memicu gerakan kolektif kabupaten untuk menggali kekayaan budaya dan menanamkan nilai luhur menjaga alam demi masa depan lestari.
“Dengan kondisi yang ada saat ini, pemulihan lingkungan menjadi sebuah langkah yang urgent. Melestarikan budaya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan bagian penting dari ekonomi restoratif yang berbasis pada kekayaan alam dan budaya Indonesia. Dari berbagai wilayah Indonesia yang sudah saya kunjungi dan dokumentasikan perjalanannya hingga saat ini, semua menyadarkan saya betapa pentingnya melestarikan dan menjaga alam untuk meningkatkan ekonomi yang lestari, contohnya dengan pengembangan ekowisata,” kata Febrian
Sebagai informasi, sektor pariwisata Kalimantan Barat memiliki potensi besar dalam meningkatkan pendapatan daerah, di mana selama periode tahun 2024 mencatat sebanyak 8.1 juta orang wisatawan domestik dan 73 ribu orang wisatawan mancanegara mengunjungi Kalimantan Barat, mengalami peningkatan signifikan sebesar 73,33% dibandingkan tahun sebelumnya. ¹
Kepala Bidang Pemuda Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sintang H. Sumardi, S.Sos, M.Si menyampaikan, “Kami mendukung penuh inisiatif seperti ExploNation sebagai wadah kolaborasi antara orang muda dengan para konten kreator untuk mengangkat cerita-cerita baik yang ada di Sintang, khususnya tentang bagaimana masyarakat menjaga lingkungannya melalui upaya ekowisata. Hal ini menjadi peluang pengembangan wisata berbasis budaya dan alam serta sesuai dengan dengan kearifan lokal masyarakat setempat yang sudah dilestarikan dari generasi ke generasi.”
Senada dengan komitmen pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian alam dan budaya, Abex juga turut merasakan urgensi yang sama setelah mengikuti ExploNation dengan membagikan perspektif yang kuat mengenai pentingnya agar masyarakat kembali menjaga dan merawat bumi.
Abex juga mengungkapkan, “Perjalanan ini memberikan penyadaran bahwa ‘There’s No Planet B’. Jika alam kita rusak, tidak ada lagi tempat berpijak karena manusia mutlak membutuhkan alam untuk bertahan hidup. Kita bisa kembali ke alam, memanfaatkan pemberiannya tanpa keserakahan, dan memulai pemulihan dengan mengajarkan generasi muda bahwa alam adalah rumah sekaligus sumber kehidupan yang tidak boleh hilang.”
Program ExploNation diharapkan menjadi wadah bagi orang muda di daerah untuk menjadi penutur lokal berbagai inisiatif baik masyarakat di Kalimantan Barat. Inisiatif ini merupakan bagian dari pendekatan ekonomi restoratif yang mendorong pembangunan daerah secara berkelanjutan—dengan memulihkan alam, merawat budaya, dan mengembangkan ekowisata berbasis budaya agar sumber daya alam tetap terjaga dan identitas adat masyarakat terus lestari.
¹ Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat pada laporan ‘Berita Resmi Statistik No. 11/02/61/Th.XXVIII, 3 Februari 2025’ hal 8-9